| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, February 23, 2006,10:37 AM

Pemikiran Rasional Sutan Takdir Alisjahbana

Jakarta, Kompas - Pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana tentang Islam sangat relevan dan kontekstual dalam perkembangan Islam sekarang ini. Ia menginginkan umat Islam bisa mencapai kemajuan dan keluar dari keterbelakangan.
”Ia mengembangkan sikap rasional, memahami agama dengan cara yang rasional, mengembangkan pemikiran yang rasional. Jadi bukan pemahaman yang literal,” kata Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra pada diskusi ”Menyongsong Satu Abad Sutan Takdir Alisjahbana” yang kerap disebut STA di Jakarta, Selasa (21/2).
Menurut Azyumardi, ada kecenderungan sekarang ini orang memahami agama secara literal, secara hitam putih. Sikap literal itulah yang menurut STA tidak kondusif untuk mencapai kemajuan.
STA menekankan pentingnya bagi orang Islam untuk mengembangkan i’tijad, berpikir secara independen untuk menjawab masalah-masalah yang ada. Meskipun STA sangat menekankan distingsi Islam, ia juga sangat menekankan bahwa Islam amat mementingkan solidaritas antarmanusia sehingga dengan begitu umat Islam bisa terhindar dari keislaman yang chauvinistik. Ia melihat dalam sejarah Islam bahwa kaum Muslimin dalam banyak hal tak segan-segan bekerja sama dengan golongan-golongan (agama) lain. Menurut STA, dalam dunia yang menjadi kecil sekarang (globalisasi), tidak boleh tidak kerja sama antarmanusia mesti diusahakan dengan sungguh-sungguh.
Asvi Warman Adam, ahli peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, melihat pemikiran STA lebih banyak memprovokasi kita supaya melihat ke Barat. ”Sutan Takdir Alisjahbana menganggap nilai-nilai Barat seperti individualis, materialisme, dan egoisme sebagai sesuatu yang penting sebagai api. Dia mengibaratkan orang masak nasi, jadi jangan dipadamkan apinya. Kalau di Barat, nasi (itu) sudah hampir masak, jadi api tak perlu diperbesar. Di Indonesia api itu diperlukan,” kata Asvi.
Untuk konteks masa kini, melihat atau mengambil sesuatu yang positif dari Barat, dipandang Asvi, masih sangat relevan.
Menurut Asvi, STA bersama Muhammad Yamin adalah dua pujangga yang saling melengkapi. STA menghadap ke depan dengan menyatakan kita harus mencontoh Barat untuk mengambil yang positif dari Barat, sedangkan Yamin mengajak kita kembali ke belakang saat kita pernah mengalami kejayaan pada masa lampau. (LOK)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home