| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Friday, September 08, 2006,2:56 PM

Lumpur Nyaris Mustahil Disumbat

Geolog Juga Sebut Ambles 5 Cm Per Bulan

SURABAYA - Pusat semburan lumpur di Porong, Sidoarjo, sekitar 150 meter sebelah barat sumur eksplorasi Banjar Panji 1 (BP 1) yang dioperasikan Lapindo, nyaris mustahil dapat disumbat.

Ini berdasar analisis geologis yang dipaparkan ahli geologi independen Dr Ir Andang Bachtiar. Dia kemarin menjadi narasumber dalam simposium nasional di ITS, membahas rencana pembuangan air lumpur Lapindo ke laut.

"Memang ini masih probabilitas. Tapi, berdasar data yang ada, besar kemungkinan ini adalah fenomena mud volcano yang hampir tidak mungkin dihentikan," kata mantan ketua umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) tersebut.

Andang melanjutkan, berdasar analisis gradasi butiran lumpur yang keluar ke permukaan bumi, diketahui lumpur berasal dari lapisan lempung di kedalaman 3.580 kaki-4.241 kaki (sekitar 1.047-1.272 meter).

Lapisan lempung tidak stabil dan terbentuk sejak jutaan tahun lampau. Lapisan ini dapat menyembur keluar dalam bentuk mud volcano bila terjadi getaran yang cukup keras di dalam permukaan tanah. Misalnya, gempa bumi.

"Data yang saya punya menunjukkan bahwa fenomena mud volcano ini bahkan sudah pernah terjadi di Porong, sekitar 10 ribu-100 ribu tahun lalu," kata doktor lulusan Prancis itu.

Namun, semburan yang terjadi pada 29 Mei itu cenderung dikaitkan dengan pengeboran Lapindo. Andang memperkirakan, saat itu terjadi underground blowout akibat aktivitas pengeboran di sumur eksplorasi BP 1. Akibatnya, lapisan lempung yang tidak stabil itu menyembur keluar dari dalam permukaan bumi melalui celah-celah yang ada.

Kata Andang, itu dibuktikan oleh data seismik miliknya. "Datanya menunjukkan, kondisi di bawah lapisan lempung itu normal. Jadi, sumbernya jelas dari lapisan lempung itu dan tidak berhubungan dengan sumur Banjar Panji (sumur eksplorasi BP 1, Red)," tutur dia. Karena pusat semburannya tidak berhubungan dengan sumur eksplorasi BP 1, mustahil semburan lumpur itu dapat disumbat, termasuk dengan relief wells yang saat ini tengah dibangun di tiga titik untuk "mengepung" pusat semburan.

"Tapi, boleh saja orang mencoba (relief wells, Red). Kalau berhasil, itu bonus dan berarti teori saya salah," tandasnya. "Tapi, kemungkinan keberhasilannya sangat kecil."

Akibat lain, areal dalam radius 2 kilometer dari pusat semburan lumpur, secara perlahan tapi pasti, akan ambles. Bahkan, kata Andang, sejak sekitar Juni lalu, proses tersebut sudah berlangsung. Diperkirakan, kawasan itu sudah menurun sekitar 5 sentimeter per bulan. "Saat ini sedang kami cek dengan GPS apakah penurunannya konstan atau tidak. Kalau konstan, dalam setahun, kawasan itu akan ambles sekitar 60 sentimeter atau 6 meter dalam 10 tahun mendatang," tandas dia.


Soal Air Lumpur

Narasumber lain, Lily Pudjiastuti dari Jurusan Teknik Kimia FTI ITS, mengatakan bahwa tempat pembuangan air lumpur Lapindo paling aman ke laut. Memang sejumlah parameter, yakni COD, BOD, TSS, TDS, dan fenolik (fenol terlarut), masih melebihi ambang batas.

"Tapi, kalau sudah di-treatment, insya Allah aman dibuang ke laut," ujar Lily yang tergabung dalam tim terpadu ITS, KLH, Bappedal Jatim, Dinas LH Sidoarjo, dan Lapindo.

Menurut Lily, ditemukan dari hasil pengujian tersebut menunjukkan kadar fenolik mencapai 0,2 ppm-0,8 ppm. Ambang batasnya 1 ppm. Fenol, kata Lily, adalah sejenis bahan kimia berupa gas yang dapat mengakibatkan gatal-gatal di kulit dalam konsentrasi rendah atau gangguan pada jantung dalam konsentrasi tinggi. "Yang berbahaya adalah fenol bebas," kata dia yang mengaku belum punya alat pengukurnya.

Lily menambahkan, kesimpulan sementara itu dia peroleh setelah melakukan uji laboratorium (secara independen) terhadap sampel yang diambil ITS pada 31 Agustus dan 3 September lalu. Sampel-sampel tersebut sudah melalui proses water treatment.

Pengujian itu menggunakan metode pengujian toksikologis yang disebut Toxity Characteristic Leaching Procedure (TCLP). Untuk menguji konsentrasi air lumpur yang aman, digunakan pengujian LC50 (Lethal Concentration 50) atau konsentrasi bahan pencemar yang menyebabkan 50 persen hewan uji mati.

"Prosesnya, air lumpur itu diencerkan dengan konsentrasi yang berbeda-beda sehingga ditemukan kadar yang paling mematikan. Kami memakai hewan uji berupa udang," jelas dia. Dari berbagai tingkat konsentrasi bahan pencemar itu, akhirnya ditemukan tingkat yang aman dari air lumpur untuk dibuang ke laut. Lily mengatakan, tanpa treatment, air lumpur itu memang belum memenuhi baku mutu.

Sementara itu, Forum Peduli Lingkungan Pesisir (FPLP) menguji coba ketahanan hidup ikan dalam genangan air lumpur di pond-pond Desa Renokenongo, Porong, Kamis (7/9). Hasilnya, mereka menyebut ikan-ikan yang diujicobakan mati hanya dalam waktu sekitar 25 menit.

"Kami ingin tahu benarkah air dalam kolam lumpur ini layak jadi tempat hidup ikan," kata Ali Subhan, ketua FPLP. Untuk mengukur daya tahan hidup ikan mas, tombro, sepat, maupun bader , tim menggunakan stop watch. "Ikan-ikan itu hanya tahan hidup 25 menit. Ikan sepat kelenger," kata tokoh petambak itu.

Lokasi itu, kata Ali, pernah diteliti oleh Dinas Lingkungan Hidup (LH) Sidoarjo. Hasilnya, air lumpur disebut tidak berbahaya bagi kehidupan ikan. Namun, hasil uji coba sederhana kemarin itu berbeda. Dia menyebut, uji coba ini disaksikan 15 orang, termasuk petambak, warga, dan pejabat Kementerian LH. Hasil uji coba itu bakal dilaporkan ke KLH di Jakarta untuk mengukur kelayakan air lumpur sebelum dibuang ke laut.

Bagaimana bila air lumpur sudah di-treatment baru dibuang ke laut? Ali menilai rencana itu sangat bagus. Namun, air setelah di-treatment itu pun harus diuji coba dengan memasukkan ikan ke dalamnya. Jika air setelah treatment tidak mengakibatkan ikan mati atau bisa tetap hidup, itu berarti air lumpur yang di-treatment layak dibuang ke laut.

Sementara itu, Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan belum menerbitkan izin untuk membuang lumpur ke Kali Mati di Gempol, Pasuruan.

"Untuk membuang lumpur ke Kali Mati, harus ada izin dari menteri (LH). Sampai sekarang, kami belum menerbitkan izin untuk itu," tegas Rasio Ridho Sani, asisten deputi menteri LH urusan limbah B3 sumber pertambangan energi dan migas, kemarin.

Saat ini, KLH menunggu informasi lengkap tentang letak Kali Mati tersebut. "Ini untuk menetapkan syarat-syarat teknis," tandas dia. "Yang jelas, penempatan lumpur tidak boleh mendekati daerah banjir agar lumpur tidak terbawa ke perairan. Kalau terbawa ke perairan, itu membahayakan," imbuh Rasio.


DPU Siapkan Tol Layang

Departemen Pekerjaan Umum (DPU) kini sedang menyiapkan rencana alternatif untuk menyelamatkan jalur tol Surabaya-Gempol, terutama ruas Porong-Sidoarjo, dari rendaman lumpur Lapindo. Dua alternatif sudah disiapkan, yakni membuat jalan layang serta membuat jalan lingkar.

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menyatakan, dua rencana alternatif itu masih dihitung untung-ruginya. Rencananya, pekan depan, rencana itu dipresentasikan di sidang kabinet sebelum diputuskan sebagai rencana cadangan bila semburan lumpur tidak bisa dihentikan.

"Kalau setelah ditinggikan 2,5 meter masih bahaya, terpaksa jalan tol kami naikkan menjadi jalan layang. Panjangnya sekitar satu kilometer," jelas Djoko di Kantor Presiden kemarin.

Departemen PU memperkirakan, pembuatan jalan layang itu membutuhkan dana sedikitnya Rp 250 miliar. Jauh-jauh hari, Lapindo Brantas telah menyatakan sanggup menanggung biayanya. "Itu (pembuatan jalan layang, Red) kan akibat Lapindo. Jadi, Lapindo harus bertanggung jawab," tegas mantan Sekjen DPU tersebut.

Alternatif kedua adalah membuat jalur lingkar Sidoarjo-Porong yang mengalihkan jalan tol dari kolam-kolam penampung lumpur di kawasan eksplorasi Lapindo Brantas. Panjangnya sekitar dua kilometer dan lebarnya minimal 100 meter.(sat/roznoe/tom)

1 Comments:

Anonymous Casino Slots said...

What can he mean?

1:37 AM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home