| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Friday, August 04, 2006,11:46 AM

Keranda "Global Civil Society" Lebanon

Emmanuel Subangun

Sudah lama, bersamaan dengan istilah globalisasi, secara menakjubkan masyarakat Indonesia mengenal istilah masyarakat madani atau civil society.

Tampaknya, istilah itu muncul karena katanya nasionalisme sudah usang dan pembangunan yang ditangani "negara" sudah ketinggalan zaman.

Semua orang berlomba untuk fasih dengan istilah madani dan global. Dan bagi para penggembira, madani itulah agaknya serangan Israel ke markas Hezbollah dan Bint Jbeil, karena serangan itu merupakan lonceng kematian terhadap konsep madani. Di seluruh dunia, masyarakat global yang madani (global civil society) sedang sekarat.

Tengok masa silam

Dalam peta geopolitik, gagasan masyarakat madani adalah hasil rumusan mereka, pemenang pertempuran pascaperang dingin. Khususnya saat pecah konflik Kosovo di Eropa Timur, dan NATO dapat menyelesaikannya. Karena itu, Presiden AS—Bill Clinton—menyerukan babak baru pascaperang dingin sebagai peradaban dunia yang disebut madani dan global.

Masyarakat madani memang seirama dengan tradisi pemikiran politik barat. Karena sejak abad XVII, seorang filsuf Jerman sudah menuliskan kemungkinan sebuah perdamaian abadi di seluruh bumi, asal semua orang tunduk pada nalar murni atau aufklarung. Pikiran semacam itu dilanjutkan sejumlah pemikir hukum internasional dari mazhab aliran murni (reine lehre) yang menjadi arsitek utama PBB, 1945, yakni Hans Kelsen. Jadi Kant, Kelsen, dan Clinton adalah peletak dasar kemadanian global.

Namun, apa yang dilakukan Bush setelah 9/11 tahun 2001?

Bush tidak lagi mau bergerak dalam payung PBB, tetapi sepihak, dalam mengejar Hamas, Al Qaeda, dan kini Hezbollah. Kosovo sudah terlupakan dan crime against humanity (kejahatan melawan kemanusiaan) diganti istilah khayalan, "Islam=teroris".

Kaidah moral universal yang mendasari masyarakat sipil diganti kaidah sepihak kepentingan nasional sehingga dua batu pilar pokok masyarakat dunia yang madani rontok: pertama, dasar moral politik kembali ke negara bangsa, khususnya AS. Kedua, kaidah moral bersifat berjenjang atau lebih tepat polisional. Amerika berhak melakukan actie politionelle di mana dan kapan saja, seperti tentara KNIL zaman dulu berhadapan dengan TNI.

Serangan Israel ke Bint Jbeil adalah puncak meredup dan sirnanya masyarakat madani, seperti serangan ke Irak, karena serangan itu selalu berkelit dari pengawasan PBB dan lebih lagi perbedaan sipil dan militer yang ditentukan dalam Konvensi Geneva diabaikan sama sekali.

Apalagi jika dimengerti, doktrin perang tradisional dari masyarakat barat yang umumnya mengikuti ajaran Clausewitz, seperti tertuang dalam buku Vom Krieg, juga diabaikan. Perang tidak lagi dijalankan jika perundingan sudah buntu. Perang sepenuhnya adalah perang sanitasi, yakni membersihkan lingkungan dari barang najis.

Bahkan, Kompas (29/7/2006) memberitakan, warga sipil pun akan digempur. Sehingga pantas dan seharusnya dipersoalkan, apa beda hal ini dengan ethnic cleansing seperti di Kosovo?

Dalam Indonesia

Jika kematian masyarakat madani dalam skala global tampak dramatis di Timur Tengah, kematian masyarakat khayalan di dalam negeri berlangsung lebih dalam irama yang perlahan dan tanpa gejolak.

Tanpa disadari dan tanpa sengaja, pemicu awal kematian muncul dari tindakan pemerintah yang demokratis. Tindakan pertama tersangkut pembaruan hukum. Tindak kedua terkait tindakan ekonomi. Dalam bidang hukum, Indonesia mengenal otda. Setelah berjalan sekian waktu, yang muncul mesin hukum lokal yang "85 persen bermasalah". Salah satu peraturan daerah yang mengundang perdebatan adalah berlaku tidaknya hukum agama. Dalam kaitan dengan masyarakat madani, agama menjadi masalah karena dalam politik, kaidah, dan akidah agama adalah "harga mati". Padahal dalam masyarakat politik berlaku hukum terbalik dari masyarakat madani.

Mirip masalah peraturan adalah munculnya premanisme politik yang seakan memanfaatkan kelemahan kepolisian sehingga kaum sipil terorganisir itu yang menempatkan diri sebagai penegak ketertiban dan keamanan. Mereka melakukan sweeping sesuai selera, bukan dialog, tetapi pentung dan pedang.

Tindakan pemerintah

Ketika pemerintah menaikkan harga BBM, secara ekonomi benar atau salah dapat dijelaskan. Namun ketika ideologi politik dibalik, kenaikan itu adalah asas the least government is the best one (atau negara angkat tangan), maka masalahnya menjadi fatal dan menimbulkan akibat yang mematikan masyarakat madani karena tiba-tiba rakyat miskin dipaksa oleh sistem politik untuk menjadi pengemis kolektif. Jika dalam sistem yang beradab dikenal transfer payment, hal itu dijalankan dalam sistem perpajakan dan social security, maka pola kita, subsidi pemerintah menempatkan rakyat dan pemerintah berhadap-hadapan dalam jutaan pengemis dengan pejabat yang hendak bersedekah.

Harga diri masyarakat madani dicampakkan justru oleh kebijakan publik.

1990-2006: Madani

Untuk pertama kali pembicaraan masyarakat madani model Indonesia tampil tahun 1990, dalam seminar di Australia. Laporan seminar yang disunting aktivis Arief Budiman, State and Civil Society in Indonesia. Sepanjang 1990-an dan awal abad XXI, hampir tak satu hari pun kita sepi dari bunyi "madani" atau "global".

Sejak ini, sebaiknya disadari, dengan peperangan yang sedang terjadi di Lebanon, dan praktik kita selama ini, global civil society sudah menjadi masa silam. Jika Anda yakin masyarakat madani masih segar di Tanah Air, Anda dapat menyimak apa yang dilakukan Pemerintah RI saat menangani bencana. Mulut terbuka lebar dengan janji-janji dan kuping tertutup rapat.

Masyarakat madani kini sudah menyelinap ke masa silam, yang sekadar boleh diingat dan seyogianya dicampakkan ke tempat sampah. Kekuatan adidaya bersama pemerintah nasional yang memaklumkan dan menyebarluaskannya sudah menerjang asas moral, politik, dan kepatutan yang layak. Itu berarti, bagi kita, masyarakat madani sudah wafat pada usia 16 tahun, sudah gugur dan pralaya.

Kita masih seperti dulu di awal republik: nasionalisme tetap harus nomor satu, atau second to none menurut istilah Amerika!

Emmanuel Subangun Pengamat Sosial Kemasyarakatan, Pernah Studi di Perancis

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home