| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Monday, February 20, 2006,11:06 PM

Ketika Nurani Tak Lagi Terusik...

Bermata tapi tak melihat
Bertelinga tapi tak mendengar
Bermulut tapi tak menyapa
Berhati tapi tak merasa
Khaerul Anwar
Bait pertama lirik lagu Bimbo berjudul Bermata Tapi Tak Melihat itu agaknya bisa menggambarkan penanganan anak balita (bawah usia lima tahun) belakangan ini di Nusa Tenggara Barat. Betapa tidak, ketika upaya penanganan belum maksimal, muncul komentar yang menyatakan bahwa tidak ada busung lapar lagi di wilayah itu. Malahan, dinas teknis di Lombok Barat menolak bantuan makanan suplemen modisco (modified skim milk coconut oil) bagi anak balita malnutrisi sebanyak lima ton lebih dari sebuah lembaga dunia Januari lalu.
Ada pula yang menyebutkan, anak balita busung lapar yang dirawat di rumah sakit dijadikan ”obyek” oleh orangtuanya guna menarik simpati publik agar merogoh koceknya buat si penderita.
Argumentasi itu mungkin benar, tetapi realitasnya Rumah Sakit Umum Mataram terus didatangi penderita baru anak balita busung lapar, bukan kambuhan atau pasien yang pulang paksa tanpa izin resmi pihak rumah sakit.
Menurut Kepala Subbagian Humas RSU Mataram Rudy Syarif, selama Januari- 14 Februari 2006, dari 10 anak balita busung lapar yang dirawat, empat di antaranya meninggal, dua orang dinyatakan sehat dan diizinkan pulang. Adapun dua orang asal Lombok Barat kini masih dirawat inap, yakni Arini (5), warga Kecamatan Bayan, yang masuk pada 13 Januari 2005, dan Mufida Ahram (2), asal Kecamatan Gunungsari, yang dirujuk pada 6 Februari 2005.
Busung lapar plus
Memang, baik yang rawat inap maupun yang meninggal tidak murni busung lapar, melainkan busung lapar plus atau memiliki penyakit penyerta seperti infeksi saluran pernapasan akut, anemia, meningitis, malaria, pneumonia, dan tuberkulosis. ”Penyakit bawaan sebagai penyebab kematian itu mesti disembuhkan dulu, baru busung laparnya,” papar Kepala Dinas Kesehatan NTB Baiq Magdalena.
Itu diperkuat hasil evaluasi selama Januari-Desember 2005; dari 3.515 kasus busung lapar, ada 1.700 anak balita yang disembuhkan (48 persen angka kesakitan/morbiditas ditekan), sebanyak 40 orang di antaranya meninggal, umumnya disebabkan penderita punya penyakit bawaan. Artinya, setiap bulan tiga-empat anak balita busung lapar tutup usia selama tahun 2005.
Memang, ada kabupaten yang berhasil menekan angka kesakitan sekitar 40 persen, tetapi penanganan busung lapar harus berlanjut. Apalagi dalam kondisi di tengah kesulitan ekonomi, kasus serupa akan terus bermunculan.
Wakil Kepala Dinas Kesehatan NTB IK Gerudug yang ditanya mengenai penolakan terhadap modisco menyatakan akan mengecek ke dinas teknis di Kabupaten Lombok Barat. Mestinya, bantuan itu tidak perlu ditolak karena pemberian modisco tetap diperlukan.
Prof Dr dr Hananto Wiryo SpA, anggota staf dokter RSU Mataram, menduga kasus busung lapar ini masih bermunculan karena program pos pelayanan terpadu (posyandu) belum berjalan maksimal. Di samping itu, juga karena kurangnya asupan gizi dan orangtua yang tidak punya uang untuk memeriksa kesehatan dan pengobatan bagi anaknya. ”Karena itu, bukan mustahil anak balita yang kurang gizi akan naik statusnya jadi gizi buruk akibat minimnya bahan nutrisi yang dikonsumsi,” ujar Hananto.
Gubernur NTB Lalu Serinata mengungkapkan, selain anak balita penderita gizi buruk, para ibu pun mengalami hal serupa. Indikasinya, dari sekitar 600.000 pasangan usia subur (PUS) di NTB tahun 2005, sebanyak 50 persen PUS dinilai kurang gizi. ”Kalau akarnya saja sudah demikian, bisa dibayangkan buahnya,” ujar Serinata.
Gelagat demikian terlihat pada Irpan (2), anak kedua pasangan suami-istri Sahdan (35), warga Dusun Padak Selatan, Lombok Timur. Kondisi tubuh anak berberat badan 7 kilogram ini kurus kering, rambut memerah, dan pantatnya keriput. Jika gejala klinis marasmus itu tidak tertangani, akan diikuti dengan kaki membengkak dan perut buncit (kwarsiorkor).
Kondisi Hamdan (2) mirip Irpan. Ayahnya, Medan, bekerja sebagai pengumpul garam di musim kemarau atau menjadi buruh tani di musim hujan.
Begitu pula kondisi anak balita Irfayani (13 bulan), anak kelima Hanafi, orangtua warga Dusun Kampung Tengah, Lombok Timur, tidak beda jauh.
Sebenarnya, pemerintah pusat telah mengucurkan dana untuk penanggulangan busung lapar, Oktober 2005, melalui Menko Kesra berupa dana darurat sejumlah Rp 4 miliar kepada dinas di tingkat kabupaten/kota dan puskesmas lewat Pemerintah Provinsi NTB dan dicairkan Januari lalu. Namun, sejauh ini belum ada laporan penggunaan dana itu, sementara kasus busung lapar terus bertambah.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home