| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Monday, February 20, 2006,10:33 PM

Menyoal Revitalisasi Indonesia Inkorporasi

Guspiabri Sumowigeno
Wacana Indonesia Incorporated atau Indonesia Inkorporasi kembali bergulir. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri, Agustus tahun lalu di Beijing menyatakan, pemulihan ekonomi Indonesia hanya bisa dilakukan dengan usaha bersama dari semua pihak.
Dunia usaha diharapkan menjadi motor penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan mendorong pembangunan. Dalam pernyataan di hadapan sejumlah pengusaha nasional itu, Presiden SBY menegaskan keinginannya membangun Indonesia Inkorporasi sebagai wahana untuk meraih kehidupan lebih baik lima tahun mendatang dan membuat Indonesia yang lain dalam 20 tahun mendatang.
Pengusaha nasional, yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofjan Wanandi (Kompas, 13/02/2006), mengingatkan agar pemerintah menghidupkan kembali visi Indonesia Inkorporasi agar terbentuk kebersamaan antara Pemerintah dan pelaku usaha dalam membangun ekonomi nasional.
Pemerintah diharapkan dapat bertindak seperti lazimnya pemerintahan negara-negara lain, yang selalu membantu dan mendukung dunia usaha, demi hadirnya dunia usaha nasional yang berdaya saing.
Kutipan pendapat dua figur itu menunjukkan besarnya harapan akan hubungan konstruktif antara pemerintah sebagai otoritas politik dan dunia usaha nasional. Sesuatu yang wajar. Di mana pun, ekonomi-bisnis dan politik perlu berhubungan erat guna membawa kemajuan bangsa-negara.
Organisasi konstruktif
Wacana Indonesia Inkorporasi dimulai sejak sekitar dekade 1980. Penggagasnya adalah Christianto Wibisono. Adanya hubungan erat dan saling mendukung antara pemerintah dan dunia usaha, khususnya usaha besar yang efisien di dalam negeri dan tangguh, sehingga mampu berekspansi keluar negeri merupakan visinya. Pemerintah bersama usaha besar, konglomerat swasta, maupun BUMN adalah motor bagi Indonesia Inkorporasi.
Namun, wajah Indonesia Inkorporasi saat itu dikritik kurang menjanjikan karena pembinaan pemerintah kurang tepat. Di satu sisi terlalu banyak memberikan fasilitas dan privilese kepada pelaku usaha yang kurang kompeten. Akibatnya, sedikit pelaku usaha yang benar-benar tumbuh sebagai usahawan-usahawan tangguh dan inovatif. Mayoritasnya menderita the beraucratic commercial complex, yang bergantung pada proyek pemerintah. Sebagian lagi menjadi pemburu rente semata.
Di sisi lain, pemerintah tidak menciptakan iklim agar para usahawan besar sejati dapat muncul dari kalangan usaha kecil dan menengah. Ia melihat absennya UU Antimonopoli, UU Antitrust dan UU Usaha Kecil-Menengah adalah faktor penting.
Ada beberapa argumen yang menjelaskan perlunya pengorganisasian yang konstruktif antara otoritas politik dan dunia usaha suatu negara. Di antaranya, yang dikemukakan Peter F Drucker yang menegaskan, negara berkembang bukan kurang berkembang tetapi kurang manajemen. Interpretasinya dapat bermakna, negara yang kurang mampu mengorganisasikan diri akan sulit mencapai kemajuan.
Michael Porter berpendapat, peran negara untuk memajukan unit-unit bisnis suatu negara amat diperlukan karena beberapa lingkungan nasional tampak lebih merangsang kemajuan dan perkembangan dunia usaha daripada yang lain.
Drucker dan Porter tampaknya menganjurkan agar tiap negara membentuk pengorganisasian sinergis pada tingkat negara antara otoritas politik dan dunia usaha untuk memenangkan national interest-nya.
Secara empiris, kesuksesan Jepang Inkorporasi menjadi contoh favorit. Jepang Inkorporasi amat efektif karena unit-unit usaha milik orang Jepang dapat digunakan otoritas Jepang untuk melakukan intervensi ekonomi terhadap pasar, berkat patronase dan feodal system di mana dunia usaha dan politik saling mengait dan badan- badan bisnis tergantung pada arahan elite politik. Dengan sistem demokrasi Jepang, otoritas politiknya tidak terbatas pada pemerintah saja, tetapi termasuk kelompok politisi di luar pemerintahan. Organ negara lainnya, seperti korps diplomatik dan badan intelijen yang menjalankan intelijen ekonomi, juga menjadi bagian penting Jepang Inkorporasi.
Sementara Pemerintah Malaysia, di mana sektor publik dan swasta gagal bekerja sama, mendeklarasikan Malaysia Inkorporasi sebagai kebijakan pemerintah, diluncurkan pada 25 Februari 1983.
Malaysia Inkorporasi adalah suatu usaha untuk mencapai tujuan besar negara di bidang ekonomi, melalui kerja sama erat yang saling menguntungkan dan memahami antara pemerintah dan dunia usaha. Sektor publik diposisikan sebagai fasilitator yang memenuhi kebutuhan sektor swasta dengan menyediakan kerangka kebijakan makro dan arahan guna membuat sektor swasta perform. Sektor swasta bertugas menjadi mesin pertumbuhan ekonomi negara. Kedua sektor dioperasikan sebagai sebuah ”perusahaan raksasa”. Makin sukses sektor swasta, makin banyak lapangan kerja, dan makin tinggi pendapatan pemerintah. Seluruh negara diuntungkan.
Masih angan-angan
Indonesia masih berangan- angan membangun Indonesia Inkorporasi. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, penulis berpendapat, ada urgensi untuk segera mewujudkan Indonesia Inkorporasi. Utamanya agar performa ekonomi nasional dapat lebih baik. Indonesia memerlukan reinventing the state role on business sectors agar dapat bangkit di era ekonomi yang makin terbuka dan membangun sebuah Indonesia Inkorporasi dapat menjadi bagian pentingnya.
Beberapa perubahan lanskap yang bersifat fundamental dan amat berpengaruh terhadap dunia usaha, seperti sistem politik menjadi lebih demokratis dan terbuka, perlu diantisipasi. Dinamika sistem politik demokratis dipandang berpotensi mempertinggi risiko dunia usaha, termasuk risiko mengelola usaha.
Kita saksikan, sering terjadi gesekan di bidang perburuhan dan lingkungan hidup, juga perbedaan kebijakan dari satu pemerintahan ke pemerintahan lain, serta beberapa aspek pelaksanaan otonomi daerah yang tidak memerhatikan kepentingan dunia usaha. Bila tidak ditangani dengan baik, semua itu berpotensi menghentikan ekonomi.
Pengaruh investor
Keraguan investor asing menanamkan modal dan kekhawatiran akan terjerat kasus hukum di kalangan eksekutif BUMN dan perbankan dalam menjalankan tugas profesionalnya adalah sebagian fenomenanya.
Pengaruh aspek politik dalam ekonomi amatlah besar. Kenyataan itu menempatkan elite politik Indonesia sebagai salah satu kunci kemajuan ekonomi.
Karena itu, elite politik baik yang sedang memerintah ataupun yang ada di luar pemerintahan di semua tingkatan sebagai otoritas politik, beserta dunia usaha, perlu ditempatkan sebagai motor Indonesia Inkorporasi.
Setiap rezim politik secara sengaja atau tidak akan membentuk rezim ekonominya sendiri. Sebagai bagian dari visi politik ekonomi. Adalah pada tempatnya bila kekuatan politik di era reformasi ini, bersama-sama dunia usaha, berupaya membangun rezim ekonomi baru yang stabil.
Tersedia pilihan untuk membangun Indonesia Inkorporasi dalam dimensi formal, seperti Malaysia atau pada tataran visi dan solidaritas seperti Jepang.
Indonesia Inkorporasi berpeluang menjadi rezim ekonomi dari rezim politik demokratis era reformasi yang memberi kontribusi penting dalam menjawab tantangan menggerakkan perekonomian nasional guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dan daya saing bangsa.
Guspiabri SumowigenoKoordinator Dewan Eksekutif Center for Executive Institution Reform

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home